Kamis, 04 Agustus 2016

Upacara Adat PUTER KAYUN



Puter Kayun


Disetiap tahun, pada 10 Syawal atau 10 hari sesudah perayaan Lebaran Idhul Fitri, warga Desa Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi mengajak seluruh anggota keluarganya berpawai menggunakan dokar yang dihias warna-warni menuju ke Pantai Watu Dodol. Warga setempat menyebutnya sebagai tradisi Puter Kayun.

Start Puter Kayun di Desa Boyolangu


Puter Kayun adalah salah satu tradisi unik yang sampai saat ini masih dilestarikan masyarakat Using di Desa Boyolangu, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. Puter Kayun merupakan tradisi yang dilakukan setiap tujuh sampai sepuluh hari setelah lebaran Idul Fitri. 



Tradisi unik ini merupakan napak tilas pembangunan jalan dari Panarukan-Banyuwangi. Napak tilas itu dilakukan dengan menunggang Dokar atau Andong.

Di Boyolangu, tradisi Puter Kayun sudah diwariskan secara turun-temurun. Selain sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki Tuhan, Puter Kayun juga merupakan sebuah tradisi menepati sebuah janji, mereka adalah keturunan Buyut Jaksa atau Ki Martajaya. Konon, Buyut Jaksa yang tinggal di Bukit Silangu adalah seorang yang sangat sakti. Ia adalah orang yang berjasa dalam pembangunan jalan dari Panarukan hingga Banyuwangi di masa Kolonial Belanda. 

Namu usaha pembuatan jalan tersebut terhenti karena menemui rintangan. Rintangan tersebut adalah bukit batu yang keras dan tebal, sehingga tidak terusik sedikitpun oleh kekuatan manusia. Terlebih lagi dibukit itu diyakini ada kekuatan gaib. Tiap hari korban pun berjatuhan dari pihak Pribumi.


Perjalanan menuju Watu Dodol (Finish)

Tradisi yang digelar secara turun temurun setiap lebaran tersebut sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang telah diberikan Tuhan, mempererat tali silaturahmi keluarga, sekaligus melakukan napak tilas dari para leluhur warga setempat yang membuat jalan dari Boyolangu menuju Pantai Watu Dodol yang berjarak 15 kilometer.

Jadi Tradisi Puter Kayun sudah dilaksanakan sejak lama. Awal dulu ceritanya, ada Buyut Jokso. Makamnya ada di Boyolangu. Dia salah satu tokoh pada zamannya Mas Alit, bupati pertama, dia itu yang bisa mendodol gunung batu ini. Gunung yang saat ini bernama Watu Dodol ini, bila dilihat sebelum didodol (dibuka), memang menghalangi akses jalan dari Banyuwangi ke Panarukan (Situbondo). Karena kesulitan membongkar, pemerintah Kolonial Belanda, kemudian menyuruh Mas Alit (Bupati pertama Banyuwangi) untuk mencari cara bagaimana membongkar bagian gunung yang menghalangi proyek jalan tersebut. Pembongkaran Gunung Watu Dodol, dipercaya baru bisa dibongkar oleh warga Boyolangu melalui mediasi Buyut Jokso. Gunung tersebut baru bisa dibongkar dengan beberapa syarat. Salah satunya, harus datang dan memberi upacara selamatan tiap tahun. Dari situ, muncullah tradisi Puter Kayun.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar